Terlebih dahulu saya memperkenalkan Profile Kota Tidore.
Lambang Kota Tidore Kepulauan Semboyan: Toma Loa Se Banari | |
Peta lokasi Kota Tidore Kepulauan Koordinat | |
Dasar hukum
| |
Tanggal Peresmian
|
31 Mei 2003
|
Tidore
| |
Pemerintahan
| |
- Walikota
| |
- DAU
|
Rp. 443.177.446.000.-(2013)[1]
|
Luas
| |
Populasi
| |
- Total
| |
- Kepadatan
|
51
|
Demografi
| |
0921
| |
Pembagian administratif
| |
9
| |
32 kelurahan, 37 desa
| |
Simbol khas daerah
| |
- Situs web
|
tidorekota.go.id
|
1. Kota Tidore Kepulauan adalah salah satu kota di provinsi Maluku Utara, Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 9.564,7 km² dan berpenduduk sebanyak 111.000 jiwa (2010).
Kota Tidore dipimpin oleh wali kota Captain Ali Ibrahim dan wakil wali kota Muhammad Senin (2016 - 2021).
2. Sejarah Kota ini sudah terkenal sejak zaman penjajahan dahulu karena cengkeh dan pala. Bangsa Eropa pertama yang menginjakkan kakinya di Tidore adalah pelaut dari Spanyol yang sampai ke Tidore tahun 1512. Kota ini juga sempat menjadi ibukota provinsi perjuangan Irian Barat. Gubernur pertamanya adalah Zainal Abidin Syah yang juga Sultan Tidore. Setelah Papua masuk ke wilayah Republik Indonesia, statusnya berubah menjadi ibukota daerah administratif Halmahera tengah dengan ibukota Soa Sio Tidore. Tahun 1990, status daerah administratif berubah menjadi kabupaten Halmahera Tengah. Pada tahun 2003, Tidore menjadi kota dengan nomenklaturnya Kota Tidore Kepulauan, dengan penjabat wali kota pertama adalah Drs. M. Nur Djauharidan penjabat wali kota kedua adalah Drs. Mahmud Adrias. Suku Tidore berdiam di Pulau Tidore, yang termasuk wilayah Kabupaten Halmahera Tengah, Propinsi Maluku. Di wilayah itu, terutama di Soa-siu, ibukota kecamatan, berdiam pula anggota suku bangsa lain, sedangkan di desa-desa Pulau Tidore penduduknya yang dominan orang Tidore. Orang Tidore mempunyai bahasa sendiri, yaitu bahasa Tidore. Di samping itu mereka juga memahami bahasa Ternate yang sejak lama menjadi lingua franca di kawasan Halmahera. Para pengamat kebudayaan didaerah Maluku Utara dan Halmahera Tengah pernah membuat pembagian daerah kebudayaan, yaitu Daerah Kebudayaan Ternate, Daerah Kebudayaan Tidore, dan Daerah Kebudayaan Bacan. Daerah Kebudayaan Tidore sendiri mencakup Kepulauan Tidore, dan Halmahera Tengah/Timur.
Mata pencaharian pokok sebagian besar masyarakat Tidore adalah bercocok tanam di ladang, menangkap ikan, berdagang, atau menjadi pegawai negeri. Di ladang mereka menanam padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah, dan kacang hijau. Tanaman yang penting adalah cengkeh, pala, kelapa, coklat. Dalam hal kekerabatan mereka menarik garis keturunan berdasarkan prinsip patrilineal. Salah satu kelompok kekerabatan yang penting adalah klen patrilineal, yang mereka sebut soa. Perkawinan ideal menurut adat mereka adalah kawin antara saudara sepupu (kufu). Adat menetap sesudah nikahnya utrolokal, artinya sepasang pengantin bebas memilih untuk menetap di lingkungan kerabat suami atau di lingkungan kerabat istri. Jojaru ( perempuan beranjak Remaja).
Suku Tidore umumnya beragama Islam. Tidore juga merupakan salah satu pusat pengembangan agama Islam di Maluku. Setiap desa ditandai oleh mesjid atau surau. Para pemimpin informal di desa-desa terdiri atas ustadz atau ulama.
3. Makanan khas Makanan khas kota ini yang tidak terdapat di daerah lain di Maluku Utara adalah lapis tidore, kue bilolo, sagu tore, mam raha, popeda, nasi jaha, Ada juga tela gule dan uge ake.
4. ciri khas dan budaya. orang Tidore masih melekat hingga kini yakni sarat akan kehidupan animisme (Menyembah Roh nenek moyang) dan bersahabat dengan kaum Jin. Meski pada persoalan Animisme dalam agama Islam bertolak belakang, namun para Ulama penyebar Islam di tanah Maluku Utara berhasil (Syekh Yaqub hingga Imam Djafar serta ulama lainnya) mampu dan berhasil memberikan pengetahuan dasar hakekat (Guna memberikan pemahaman akan kosmo kekuasaan dan khalayak kepemimpinan alam yang sebenarnya) lewat pengenalan identitas ketuhanan (Illahi) tanpa menggeser fondasi keimanan utama masyarakat akan kepercayaan peran (Roh) nenek moyang dalam kehidupan dan adatnya yang diimani jauh sejak Islam ada. Para ulama paham dengan kondisi ini olehnya itu konsekuensinya adalah Islam harus dikenalkan dengan tingkat yang jauh lebih tinggi dengan metode yang tinggi pula tak seperti di jawa (Wali Songo) dengan pendekatan Syariat-Kulturalnya. Usaha islamisasi agak berbeda dan sulit karena masyarakat (Maluku Utara kuno) saat itu telah maju secara pemikiran (Bijaksana) dan memiliki bakat alami yang mumpuni (Sakti).
gambar Ritual Salai Jin.
video Tarian Salai Jin.
Itulah mengapa Tidore sarat dan kental akan penganut Islam Tarikat, Pengetahuan Islam yang tingkatannya jauh dan lebih tinggi karena orientasi pengislaman saat itu memang demikian. Landasan dan falsafah sosial yang kini melekat di Tidore daripada usaha para ulama Ulama dengan toleransi ide dan kebijaksanaan para kaum pribumi dalam menerima membantu proses Islamisasi masyarakat kini melahirkan satu kekuatan fondasi sosial yakni “Adat ge mauri Syara, Syara mauri Kitabullah”.” Yang artinya adat bersendi pada syariat (Islam) dan Syariat (Islam) yang bersendi pada kitab Allah SWT (Al-Qur’an). Olehnya itu setiap tata budaya yang dilaksanakan oleh adat Tidore tak pernah keluar dari garis islam dan ketata-sosialannya sebagaimana peradaban islam lainnya yakni : Tata krama (Kesopanan dan kesusilaan), Etika (Perilaku) dan norma-norma islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar